jatimedia.online
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, sejumlah pernyataan mantan
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menunjukkan
bahwa Anas menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak independen
dalam mengusut kasus yang menjeratnya. Anas ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan gratifikasi terkait kasus
Hambalang. Menurut Donal, pernyataan Anas justru akan menjadi bumerang
baginya karena bertolak belakang dengan pandangan publik terhadap KPK.
"Tudingan
KPK tidak independen dan diintervensi muncul dari pihak-pihak yang
sudah lama tidak suka kepada KPK," kata Donal, ketika dihubungi, Sabtu
(23/2/2013).
Donal mengatakan, Anas harus ingat bahwa pernyataan
kertelibatan dirinya keluar dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M
Nazaruddin. Selain itu, proses hukum perkara Hambalang tidak dilakukan
jauh sebelum elektabilitas Demokrat turun. Donal menegaskan, hingga saat
ini independensi KPK masih dapat dipercaya. Jika ada pengaruh dari
pihak luar, seperti terkait bocornya draf surat perintah penyidikan atas
nama Anas, kata dia, itu hanya oknum.
Untuk itu, lanjut Donal,
KPK membentuk Komite Etik agar persoalan Anas tidak bergulir pada
persoalan politik. Komite Etik harus bisa menemukan pembocor draf
sprindik dan mengungkap apa motivasi dari pembocoran itu.
"KPK masih
on the track
secara kelembagaan. Mereka tidak mungkin bermain mata dengan kekuatan
politik yang sedang berseberangan karena hal itu sangat berisiko. Mereka
sadar jika itu dilakukan justru akan menggali lubang mereka sendiri,"
kata Donal.
Pernyataan Anas
Sebelumnya,
Anas melayangkan tudingan ada pihak yang mengintervensi proses hukum
terhadap dirinya. Sejak awal kasus Hambalang mencuat, Anas mengaku
yakin tidak akan terjerat. Ia merasa apa yang disampaikan M Nazaruddin
hanya tuduhan yang tidak akan terbukti. Keyakinan itu, menurut Anas,
muncul setelah melihat independensi dan profesionalisme KPK.
"Karena
saya yakin KPK tidak bisa ditekan opini dan hal-hal lain di luar
opini, termasuk tekanan dari kekuatan sebesar apa pun itu," kata Anas,
saat jumpa pers di Kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta, Sabtu
(23/2/2013).
Namun, ia mengaku mulai berpikir akan terjerat
ketika ada desakan agar KPK memperjelas status hukum dirinya. Anas tak
menyebut dari siapa desakan itu. Hanya saja, seperti diketahui, di
sela-sela kunjungan ke luar negeri, Presiden yang juga Ketua Dewan
Pembina Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sempat mengomentari hasil
survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menunjukkan
elektabilitas Partai Demokrat tinggal 8,3 persen.
Anas
mengatakan, "Saya baru mulai berpikir saya akan punya status hukum di
KPK ketika ada semacam desakan agar KPK segera memperjelas status hukum
saya. Kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah. Ketika ada
desakan seperti itu, saya baru mulai berpikir jangan-jangan...,"
katanya.
"Ketika
saya dipersilakan lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK, berarti
saya sudah divonis punya status hukum tersangka. Apalagi, saya tahu
beberapa petinggi Demokrat yakin betul, hakul yakin pasti minggu ini
Anas jadi tersangka," kata Anas.
Anas lalu mengaitkan dengan
bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas namanya. "Ini
satu rangkaian peristiwa yang pasti tidak bisa dipisahkan. Itu satu
rangkaian peristiwa yang utuh, sangat terkait erat. Itulah faktanya, itu
rangkaian kejadian, dan tidak butuh pencermatan yang terlalu canggih
untuk mengetahui rangkaian itu. Bahkan, masyarakat umum dengan mudah
membaca dan mencermati itu," papar Anas.
KPK bantah intervensi
Tudingan
adanya intervensi atas penanganan kasus Hambalang telah ditepis KPK
saat mengumumkan penetapan status tersangka terhadap Anas.
Juru Bicara KPK Johan Budi membantah penetapan tersangka terhadap
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum
dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang adalah pesanan pihak
tertentu atau berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya politis. Ia
menegaskan, penetapan Anas sebagai tersangka karena adanya dua alat
bukti yang cukup.
"Tidak ada kaitannya dengan partai atau urusan
politik. Kenapa baru sekarang? Karena baru sekarang kami menemukan dua
bukti yang cukup, bukan karena pesanan, bukan karena intervensi. Ketika
KPK menangani kasus yang melibatkan seseorang pengurus partai atau
terkait partai, selalu muncul persepsi itu. Tidak ada intervensi atau
pesanan dalam menangani kasus, setiap kasus, tidak hanya Hambalang,"
papar Johan dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan,
Jumat (22/2/2013) malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar